Kamis, 30 Mei 2013.
ROME (AP) — Pakar manuskrip
Yahudi asal Italia mengatakan pada Rabu bahwa ia telah menemukan gulungan
Taurat terlengkap tertua di dunia. Dokumen dari kulit domba itu diperkirakan
berasal dari 1155-1225. Uniknya, gulungan dokumen ini ditemukan di perpustakaan
University of Bologna, sekitar satu abad lalu dokumen ini salah dikategorikan
sebagai temuan dari abad 17.
Dokumen ini bukanlah teks Taurat
tertua di dunia; injil Aleppo dan Leningrad--dua-duanya kodeks Yahudi atau
buku--lebih tua 200 tahun dari gulungan dokumen ini. Namun Taurat ini adalah
gulungan tertua dari Pentateuch, lima buku Musa, menurut Mauro Perani, profesor
bahasa Yahudi di departemen warisan budaya University of Bologna.
Dua tes karbon
terpisah--dilakukan oleh University of Salento di Italia dan Laboratorium
Penanggalan Radiokarbon di University of Illinois,
Urbana-Champaign--mengonfirmasikan penanggalan tersebut, menurut pernyataan
dari University of Bologna.
Gulungan dokumen tersebut --
sepanjang 36 meter dan tingginya 64 cm -- dimunculkan di sinagoga pada Hari
Sabbath dan hari-hari besar lainnya, dan beberapa bagiannya dibacakan untuk
umum. Sangat sedikit gulungan dokumen serupa yang bertahan karena Taurat tua
atau rusak harus dikubur atau disimpan di ruangan tertutup dalam sinagoga.
Dalam wawancara telepon Rabu,
Perani mengatakan bahwa ia tengah memperbarui katalog manuskrip perpustakaan
Yahudi saat menemukan gulungan tersebut pada Februari lalu. Ia langsung
mengenali bahwa gulungan tersebut mempunyai penanggalan yang salah sejak
terakhir kali tercatat pada 1889, karena ia melihat manuskrip dan tanda-tanda
grafik lainnya jauh lebih tua.
Secara spesifik, gulungan Taurat
tersebut tak memperhitungkan aturan rabbi yang menstandardisasi bagaimana
Pentateuch seharusnya disalin. Aturan tersebut ditetapkan oleh Maimonides pada
akhir abad 12. Pada gulungan tersebut terdapat banyak fitur dan penandaan yang
akan dilarang di bawah aturan tersebut, kata dia.
Pengkatalog pada 1889 itu adalah
seorang Yahudi bernama Leonello Modona yang mendeskripsikan gulungan Taurat
tersebut dengan "manuskrip Italia, terlihat ceroboh, di mana beberapa
huruf termasuk mahkota dan goresannya menunjukkan apendiks yang aneh dan tak
umum," menurut rilis University of Bologna.
Meski begitu, Perani melihat
dalam dokumen tersebut ada tulisan elegan yang kotak-kotak hurufnya berasal
dari tradisi Babylonia.
Menurut Perani pads The
Associated Press, "sangat wajar" bagi seorang pengkatalog pada era
1800an untuk membuat kesalahan seperti itu, karena "ilmu manuskrip belum
lahir saat itu."
Pakar dari luar mengatakan bahwa
temuan ini sangat penting, meski ada Taurat yang lebih tua dari gulungan ini.
"Ini berita yang cutup
besar," kata James Aiken, pengajar Perjanjian Lama dan Sejarah Yahudi di
Cambridge University. "Ilmuwan sejarah Yahudi sering merayakan
temuan-temuan kecil, tapi ini jelas sebuah temuan penting dan terlihat seperti
gulungan dokumen yang sangat indah.
Meski begitu, Giovanni Garbini,
pakar utama dalam bahasa-bahasa Semitik kuno dan profesor pensiunan dari
universitas La Sapienza di Roma mengatakan bahwa temuan ini tak mengubah banyak
apa yang sudah diketahui dunia tentang manuskrip Yahudi
"Ini adalah contoh sebuah
gulungan kuno, tapi dari sudut pandang pengetahuan, tak mengubah apa-apa,"
katanya dalam wawancara telepon.
Namun Stephen Phann, president
dari University of the Holy Land di Yerusalem dan pakar manuscript Yahudi kuno,
bilang, jika penanggalannya akurat, maka gulungan ini adalah temuan yang
penting dan jarang. "Kami tak punya banyak peninggalan dari periode tersebut,"
kata Phann.
Ada banyak gulungan Taurat yang
jauh lebih tua yang berasal dari abad 8, namun menurut Phann, sangat jarang
terdapat gulungan manuskrip yang lengkap. Temuan ini juga penting secara
emosional karena gulungan tersebut, tak seperti buku, tapi digunakan untuk
membaca beberapa bagian Taurat sepanjang tahun di sinagog.
"Seperti sebuah
persahabatan--mereka telah mengenal gulungan Taurat itu dan mereka mengambil
ilmu pengetahuan darinya dan berfokus pada pemujaan dan bagaimana menjalani
kehidupan sehari-hari," kata Phann.
Perani tak tahu jelas bagaimana
gulungan itu bisa menjadi bagian dari perpustakaan universitas Bologna, tapi
dia mengantisipasi akan ada penelitian lebih lanjut.
Gulungan tersebut akan tetap
berada di perpustakaan dan tak butuh upaya pelestarian atau perawatan tambahan
dari yang sudah diterima selama ini.
Oleh NICOLE WINFIELD | Associated Press
No comments:
Post a Comment